Moral dan Etika Pengacara
>> Rabu, 13 Oktober 2010
Hiruk pikuk reformasi telah menciptakan perubahan pandangan rakyat Indonesia, bahwa untuk menggapai kembali kemakmuran yang telah dirampas oleh ketamakan rejim Soeharto dan kroni-kroninya, mulai saat ini setiap tatanan main di negeri ini harus dilandaskan kepada ketentuan hukum yang berlaku. Maka sangatlah wajar bila era reformasi ini merupakan momentum kebangkitan hukum yang selama ini tidak pernah dipergunakan. Melorotnya perekonomian Indonesia yang salah satu penyebabnya adalah lemahnya kontrol terhadap praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),sehingga menyebabkan timbulnya praktek-praktek yang menggrogoti industri keuangan, khususnya bank-bank pemerintah yang dijadikan sasaran penjarahan besar-besaran dalam kurun waktu yang sangat lama. Didalam era reformasi ini, kita dapat melihat bahwa paradigma baru yang berkembang di dalam masyarakat soal kesadaran betapa pentingnya kita memiliki sebuah struktur hukum nasional yang kokoh.
Kesadaran untuk menegakan law enforcement di dalam era reformasi saat ini, tentunya disebabkan oleh begitu banyaknya praktek-praktek yang menimbulkan banyak kerugian bagi kehidupan berbangsa dan negara selama ini. Selama lebih kurang setahun kabinet reformasi yang dipimpin oleh Habibie memerintah negeri ini, sederet persolan yang fundamental yang berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak dapat dituntaskan sesuai dengan hati nurani keadilan. Peranan praktisi dan akademisi hukum diera reformasi sangat diperlukan,tidak hanya berkaitan dengan pembuatan produk-produk perundangan yang harus segera disiapkan dan diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat sempit, namun juga bobot perundang-perundangan yang harus dapat menyesuaikan kepentingan yang sedang aktual sat ini.
Ditengah krisis ekonomi justru banyak pengacara dan konsultan hukum mengail rejeki karena banyak pekerjaan yang datang kepada mereka. Mulai dari pada minta bantuan soal penyelesaian hutang atau minta dibela karena ada ancaman pailit dari kreditor dan berbagai pekerjaan besar lainnya yang membutuhkan saran dan nasehat dari seorang ahli hukum. Tingginya konflik politik menjelang pemilihan umum, membuat para pengacara litigasi mendapatkan banyak klien kakap yang sedang terancam untuk dijebloskan kepenjara.Mereka yang sangat membutuhkan bantuan pengacara-pengacara tersebut tak lain anak-anak Soeharto beserta kroni-kroninya yang selama puluhan tahun telah menikmati banyak fasilitas dan uang-uang rakyat dengan mudah. Prilaku-prilaku merekalah yang membuat kehancuran yang lebih dalam atas negeri ini.
Setiap pengacara wajib untuk memberikan bantuan hukum kepada siapa saja yang datang kepadanya ini merupakan etika yang harus dilakukan, termasuk juga kepada mantan presiden Soeharto dan mantan Jaksa Agung Andi M.Ghalib.Didalam setiap bidang profesi, seperti halnya pengacara atau penasehat hukum-terdapat kode etik yang disepakati untuk dijalankan. Kode etik tersebut dipatuhi dan memiliki sanksi bila terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pengacara, yang biasanya merupakan anggota dari sebuah organisasi penasehat hukum.
Seorang pengacara wajib untuk memberikan bantuan hukum yang paling maksimal terhadap kliennya,namun bukan berarti kewajiban ini bersifat membabi buta.Seorang pengacara yang telah mengerti benar arti dan makna dari upaya untuk memberikan bantuan hukum, tidak akan terpengaruh ataupun terlibat secara emosional. Dalam kaitan dengan iklim reformasi dan demokratisasi yang akan terus bergulir, maka enviroment dunia kepengacaraan di Indonesia harus segera untuk melakukan pembenahan. Sejalan dengan pemikiran yang disampaikan oleh Prof.Liev, bahwa keberhasilan pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia akan sangat tergantung keberhasilannya bila seluruh kekuatan tokoh-tokoh hukum bersatu, sebagai pressure group.
Sumber http://business.fortunecity.com/millionaire/97/moralitas_art.htm
0 komentar:
Posting Komentar