Cari Blog Ini

Mentan: Bangkitkan Industri Kakao Indonesia

>> Minggu, 17 Oktober 2010


Menteri Pertanian Suswono mengatakan industri kakao harus dibangkitkan dari tidurnya. "Indonesia adalah eksportir biji kakao nomor tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana," katanya di Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (23/11).

Hal itu ia ungkapkan dalam sambutannya pada pencanangan Gerakan Nasional Kakao Fermentasi untuk Mendukung Industri Dalam Negeri. Dalam acara itu hadir Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Zaenal Bachruddin, Dirjen Perkebunan, dan Bupati Luwu Ade Mudzakkar.

Suswono mengatakan, Indonesia masih sebatas sebagai eksportir biji kakao. Hal ini tentu tak memiliki nilai tambah karena belum diproses di industri. Untuk menunjukkan industri kakao tertidur, ia menyebut dari 16 unit industri kakao hanya tiga unit yang beroperasi. Lainnya, tiga unit berhenti total, satu unit dalam perbaikan, dan sembilan unit berhenti sementara. Padahal di sisi lain Indonesia menjadi importir kakao olahan.

Karena itu, ia mengatakan, "Bila perlu tak ada lagi ekspor kakao dalam bentuk biji." Sedangkan negara-negara yang tak memiliki pohon kakao justru menjadi penikmat dari industri kakao.

Pada tahap awal, ia mendorong agar petani kakao melakukan sedikit sentuhan dengan mengenalkan proses fermentasi kakao. Yaitu proses pengeringan biji kakao dengan diperam terlebih dulu dalam kotak tertutup. Setelah itu baru dijemur. Proses fermentasi ini akan menghasilkan biji kakao kering yang lebih sempurna dan menghasilkan cita rasa yang lebih baik serta aroma yang harum. "Jika difermentasi harganya naik 10 persen daripada dikeringkan secara biasa," ujar Suswono.

Melalui pencanangan gerakan ini Mentan berharap akan meningkatkan industri agro nasional, menghasilkan kakao yang bermutu, menciptakan daya saing, dan meningkatkan devisa negara. "Saat ini kakao menghasilkan devisa 1.150 juta dolar, nomor tiga setelah kelapa sawit dan karet dari sektor perkebunan," ujarnya. Ia berharap setelah melalui fermentasi, devisa dari kakao meningkat menjadi dua miliar dolar per tahun.

Ia juga bertekad melalui peningkatan penanganan pasca panen dan pengolahan para petani lebih sejahtera. Yakni dengan memperkuat kelembagaan petani. Hal itu akan menghindarkan petani dipermainkan tengkulak, memotong mata rantai pemasaran, dan menaikkan posisi tawar petani.

Adapun Dirjen PPHP Zainal Bachruddin menyebutkan proses fermentasi akan memberi nilai tambah dan menaikkan daya saing biji kakao Indonesia. Selain itu juga akan mendukung industri pengolahan dalam negeri.

Menurutnya, selama 42 tahun luas areal kakao meningkat signifikan. Pada 1968 hanya 12.855 ha, menjadi 1,5 juta ha pada 2008. Produksi kakao Indonesia mencapai 721.780 ton pada 2008 dan melibatkan 1,5 juta kepala keluarga. Kakao banyak ditanam di Sulsel, Sulbar, Sultra, Sumut, Jatim, dan Kaltim.

Zaenal mengakui sebagian besar biji kakao masih bermutu rendah karena tercampur jamur dan kotoran. Sehingga memiliki citra kurang baik di pasar internasional maupun domestik. Hal ini karena proses pengeringan tak melalui fermentasi. Sekitar 78,5 persen diekspor dalam bentuk biji, sedangkan 21,5 persen dalam bentuk olahan.

Produktivitas kakao Indonesia hanya 500 kg per hektar per tahun. Padahal pernah mencapai 1.500 kg per hektare per tahun. Penurunan ini akibat kelambatan peremajaan dan perawatan tanaman kakao. Karena itu jika segera direhabilitasi maka produksi kakao Indonesia akan meningkat pesat. ink/kpo

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/09/11/23/91191-mentan-bangkitkan-industri-kakao-indonesia

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP