Memihak Pasar Tradisional
>> Senin, 22 Maret 2010
Pasar tradisional yang terdapat di beberapa wilayah Indonesia ini tidak terlepas dari sejarah dan budaya nenek moyang kita. Namun, seiring perubahan gaya hidup konsumen, pasar tradisional semakin termaginalkan. Tumbuhlah beberapa pasar modern, berupa mal, supermarket, bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut keuntungan. Ini bermula dari Keppres No. 96/2000 tentang usaha tertutup dan terbuka bagi penenaman modal asing (PMA). Perdagangan eceran (ritel) terbuka bagi asing. Hypermarket berdiri di berbagai kota. Bahkan, 2009 peritel asing, Wallmart, Casino, Tesco, Central Thailand, tertarik masuk ke Indonesia. Peritel asing yang sudah lama membumikan usahanya dengan mengakuisisi ritel nasional.
Akibatnya, hypermarket tumbuh dari 83 tahun 2005 menjadi 121 pada tahun 2007, minimarket dari 6.465 tahun 2005 menjadi 8.889 tahun 2007. Menurut panegamat ritel Hidayat (12/2), hal ini didukung diterapkannya bunga rendah dan perputaran yang tinggi, sehingga Carrefour merajai pasar. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha retail Indonesia (Aprindo), Benjamin Mailool menyatakan, Carrefour menjalankan strategi daya, dan ekonomi yang telah mengakar.
Meskipun pasar tradisional 2002-2008 turun 11,7%, sedang pasar modern tumbuh 31,4%, saat ini pasar tradisional masih menjadi pilihan rakyat di tengah lesunya perekonomian. Menurut Kementerian Perdagangan, ada 13.450 pasar tradisional di Indonesia yang menghidupi sekitar 12,6 juta pedagang (Kontan, 17/03/09). Jika setiap pedagang menanggung tiga i\orang maka sekitar 50,4 juta penduduk bergantung pasar tradisional. Belum lagi konsumen di pasar ini. Hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak, Hingga 2007 saja, Peusahaan Daerah (PD) pasar Jaya masih mengelola 150 pasar di DKI jakarta beraset lebih dari Rp 3 triliun. Nilai perdagangan di seluruh pasar yang dikelola PD Pasar Jaya lebih dari Rp. 150 triliun per tahun dari tempat usaha mencapai 98.507 unit. Setiap hari dikunjungi lebih dari 2 juta atau 20% penduduk Jakarta. Apakah potensi ini dibiarkan tergilas arus perubahan? Pemilik kebijakan harus jeli merancang masa depan pasr tradisional.
Besarnya PHK akibat krisis ekonomi saat ini, perlu dicarikan solusi alternatif. Pemberdayaan pasar tradisional bisa jadi membuka kesempatan kerja informal bagi sebagian korban PHK. Pasar tradisional juga menjadi tempat distribusi akusisi dan internal growth. Ini didukung besarnya penduduk Indonesia.
Konsumen ibarat raja. Gaya hidupnya terus didorong berubah dan dikendalikan pengelola pasar modern. Sejumlah kelebihan ditawarkan pasar modern. Harga lebih murah, diskon, hadiah, jaminan kualitas, tampilan menarik, dan kemudahan akses informasi produk. Ditunjang dasiltas lain sebagai alternatif hiburan bagi pemebeli, seperti tempat bermain, tempat jajan, maka akan menarik konsumen. Di sisi lain, ketidaknyamanan, seperti lorong penuh dagangan, bau pengap, tempat kotor, bahkan harga lebih tinggi, sering dijumpai di pasar tradisional. Inilah sebagian pemicu ditinggalkannya pasar tradisional. Lantas, apa yang harus dibenahi agar pasar tradisional dapat bersaing? Apa peran Pemerintah?
Ada sejumlah alasan konsumen tetap memilih pasar tradisional. Diantarnaya alasan budaya, sejarah, mudah dijangkau, harga bisa ditawar atau diutang lebih dahulu, rasa kekeluargaan yang cukup tinggi, tidak seboros berbelanja di pasar modern, bahkan menawarkan peluang usaha dan pekerjaan.
Besarnya membumikan perusahaan ritel multinasional perlu dicermati. Dengan pilar : capital power, trend setter, consumer traffic maker, cheapest price pasar modern mempunyai market power yang cukup besar. Penjualan 10 peritel besar di dunia mencapi US$ 1.091 miliar tahun 2008. Lima di antara 10 rital besar itu meliputi Carrefor, WallMart, Metro Group, Tesco, dan Seven & 1 (kompas, 1/9/08). Mereka sering mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, terutama pemda, untuk memuluskan nafsu keserakahannya. Ini tentu sangat tidak sebanding dengan power yang dimiliki pelaku pasar tradisional. Jika pemerintah tidak memberikan ragulasi yang jelas dan tegas maka sangat mungkin potensi sosial, budaya, dan ekonomi pasar tradisional akan tergilas.
Sinar Harapan, 20 Mei 2009
Penulis adalah peserta program Pengantar Sistem Agroindustri di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
erwin depok
0 komentar:
Posting Komentar