Cari Blog Ini

UKM DI MASA KRISIS EKONOMI, DISTRIBUSI SPASIAL

>> Selasa, 13 Oktober 2009

Para pengusaha di kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang merupakan bagian penting dari perekonomian dalam suatu negara. Ada beberapa tiga alas an dalam sebuah negara berkembang pada keberadaan UKM (Berry, dkk, 2001) antara lain : karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi, karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar.

Berdasarkan dari data PDRB, krisis ekonomi telah menyebabkan propinsi-propinsi di Jawa mengalami kontraksi ekonomi yang lebih besar ketimbang daerah-daerah lain di Indonesia. Pada tahun 1998, saat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi terparah, hanya Papua saja yang pertumbuhan ekonominya masih positif sedangkan propinsi-propinsi lainnya mengalami kontraksi. Pada tahun tersebut, seluruh propinsi di pulau Jawa mengalami kontraksi ekonomi yang jauh lebih parah daripada propinsi-propinsi lainnya (Akita dan Alisjahbana, 2002).


Pada Tabel 1 menggambarkan tingkat pengangguran dengan tingkat 4,9% (1996) menjadi 6,1% (2000) dan telah telah membalikkan tren formalisasi ekonomi sebagaimana tampak dari berkurangnya pangsa pekerja sektor formal menjadi 35,1.

Sektor informal sendiri merupakan sektor dimana sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada.


DISTRIBUSI SPASIAL UKM
Seperti juga industri manufaktur besar dan menengah, distribusi spasial UKM dalam kurun waktu 1996-2000 juga terpusat di Pulau Jawa. Pada tahun 1996, sekitar 66 persen UKM Indonesia berada di Jawa (Tabel 2). Sejak terjadi krisis ekonomi, UKM justru makin memusat di Jawa, yakni menjadi sekitar 68 persen dari seluruh unit usaha UKM yang ada di Indonesia. Dari lima propinsi di Jawa, hanya DKI Jakarta saja yang cenderung mengalami penurunan andil, sedangkan Jawa Tengah mengalami peningkatan secara sinambung. Selain propinsi-propinsi Jawa, hanya Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan saja yang andilnya dalam jumlah UKM cukup tinggi.
Selain dari jumlah unit usaha, distribusi spasial tersebut tentu perlu pula dilihat dari sisi tenaga kerja. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa krisis ekonomi mulanya menurunkan pangsa pulau Jawa, namun mulai tahun 1998 pangsa Jawa kembali meningkat sampai menjadi 66 persen pada tahun 2000. Sedangkan Sumatera justru sebaliknya, yakni meningkat pada tahun 1998 namun kemudian terus menurun sampai menjadi kurang dari 16 persen pada tahun 2000.

Menurut Kuncoro, bahwa sampai sebelum tahun 1988, konsentrasi spasial industri memiliki pola menurun, namun sejak memasuki periode deregulasi, konsentrasi spasial tersebut justru mengalami peningkatan. Diketahui juga bahwa peningkatan konsentrasi spasial jauh lebih mencolok di Jawa daripada Sumatera maupun pulau-pulau lainnya di Indonesia. Masih menurut Kuncoro (2002b), dalam kasus Indonesia, deregulasi perdagangan bersama dengan serangkaian deregulasi yang diterapkan justru memperkuat konsentrasi spasial industri manufaktur.
Sedangkan untuk kasus industri manufaktur Indonesia 1980 dan 1996, Sjöberg dan Sjöholm (2002) menggunakan indeks Herfindahl dan indeks Ellison-Glaeser terhadap data tenaga kerja maupun nilai tambah yang dihasilkan industri manufaktur. Kesimpulan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan temuan Kuncoro. Dari analisisnya, Sjöberg dan Sjöholm memukan bahwa tingkat konsentrasi spasial industri manufaktur dalam kurun waktu 1980-1996 tidaklah berkurang. Ditambahkan pula bahwa liberalisasi perdagangan yang dimulai tahun 1983 telah gagal menurunkan tingkat konsentrasi industri manufaktur.

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP