Beberapa Provider yang Melupakan Etika Bisnis di Indonesia
>> Senin, 27 September 2010
Kemajuan jaman yang menuntut akan mudahnya komunikasi dalam mengembangkan hubungan melalui komunikasi antara lain dengan menggunakan alat komunikasi. Di masyarakat yang telah digunakan dan merupakan kebutuhan primer bagi sebagian orang dalam melakukan aktivitas adalah Telepon Seluler. Menurut catatan dari Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), saat ini, sekitar 180 juta orang, penduduk Indonesia telah menjadi pelanggan layanan seluler yang merupakan sekitar 60 persen populasi di tanah air sudah memiliki perangkat telekomunikasi (Ketua Umum ATSI, Juli 2010).
Diketahui bahwa pengguna mobile broadband saat ini telah mencapai lebih dari 30 juta, dengan 80 persen penetrasi, yang berarti industri ini telah mendekati taraf yang memuaskan.
Dalam pengembangan bisnis, diperlukan beberapa etika yang perlu diperhatikan di masyarakat maupun di kalangan perusahaan. Adapun Moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban dapat diterapkan dalam beberapa kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata. Dalam hal ini terdapat dua pandangan terhadap moral sebagai berikut :
1. Ekstrem pertama,
Merupakan pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
2. Ekstrem kedua,
Merupakan pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.
Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada. Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif. Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.
Beberapa argument mengenai etika bisnis
Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan antara lain :
1. Beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial.
2. Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”.
3. Untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum :
Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan.
Untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Lebih parah lagi bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis yang berlaku secara umum dan tidak pengikat itu. Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
Menjamurnya penggunaan telepon genggam berkorelasi positif dengan penurunan tarif telekomunikasi di Indonesia. Seiring penurunan tarif maka permintaan akan telepon genggam meningkat drastis. Hal ini menunjukkan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang cenderung meningkat. Fenomena ini mampu menggerakkan permintaan dan penyediaan jasa telekomunikasi, baik layanan jasa maupun penjualan telepon genggam. Pergerakan yang terjadi pada permintaan layanan jasa mendorong peningkatan penggunaa telepon genggam. Dengan pola yang terjadi saat ini menggambarkan konsumsi yang terjadi pada telekomunikasi mendorong permintaan piranti pendukungnya, seperti telepon genggam. Jika dilihat dari segi penyedia jasa, permintaan yang meningkat akan mendorong investasi secara besar-besaran. Di mana kedua hal tersebut berkorelasi positif yang berdampak pada meningkatnya penggunaan telepon genggam.
Dengan peningkatan permintaan akan konsumsi jasa telekomunikasi akan meningkatkan persaingan antaroperator dalam menarik pelanggannya. Tawaran dengan tarif murah melalui promosi dalam jangka waktu tertentu menjadi andalan bagi masing-masing operator untuk meningkatkan daya saingnya. Selain itu, bermunculannya operator baru ikut menyemarakkan persaingan dalam dunia telekomunkasi. Saat ini penyedia jasa komunikasi tidak hanya merambah pasar GSM tetapi ada yang bermain dalam pasar CDMA. Hal itu merupakan variasi layanan yang berfungsi menjaring pelanggan dengan pasarnya masing-masing.
Banyaknya operator telekomunikasi membuat masyarakat bingung menentukan penggunaan jasa operator. Bagi sebagian orang yang telah lama menggunakan operator tertentu mungkin akan tetap menggunakan nomor lamanya, sedangkan untuk pengguna baru akan menjadi sasaran dari operator untuk menarik minat pelanggannya. Variasi dalam tawaran jasa dan operator akan meningkatkan persaingan yang lebih sehat. Yang pada akhirnya, konsumen tidak dirugikan dengan penerapan tarif telekomunikasi saat ini.
Pengalihan kebutuhan secara besar-besaran terjadi akibat dari turunnya tarif telekomunikasi. Di mana respon masyarakat yang dipandang terlalu berlebihan membawa dampak yang kurang baik dalam pola konsumsi mereka. Hal itu tercermin dari kondisi masyarakat yang lebih mengutamakan sarana komunikasi daripada untuk konsumsi kebutuhan pokok. Pengaruh yang timbul dari turunnya tarif telekomunikasi ialah perilaku modernisasi. Yang lebih mengutamakan penampilannya tanpa memandang segi lain yang lebih penting untuk bertahan hidup. Keadaan ini jelas menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Sedangkan, bagi para penyedia jasa layanan telekomunikasi tidak ada kendala berarti dalam perubahan pola konsumsi di masyarakat.
Pemborosan dalam konsumsi telekomunikasi diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan masyarakat dengan sia-sia atau tidak dalam kondisi yang mendesak.
Dengan adanya penurunan tarif telekomunikasi, masyarakat akan merespon dengan konsumsi yang meningkat. Permintaan akan jasa komunikasi ini mendorong operator untuk melakukan ekspansi investasi. Hal ini akan menarik tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar. Selain itu, komponen yang sifatnya komplementer dengan telekomunikasi juga akan bergairah sehingga daya serap tenaga kerja akan meningkat tajam. Dengan penurunan pengangguran maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang mendorong konsumsi yang besar. Akibat kehidupan sosial yang berkembang akan membuat masyarakat lebih menganggarkan dananya lebih besar untuk telekomunikasi.
Kepadanan yang terjadi di masyarakat akan tetap menggairahkan industri telekomunikasi seiring peningkatan permintaan jasa telekomunikasi. Kondisi demikian akan mampu memberikan manfaat lebih besar jika dilihat dari sudut pandang ekonomi.
Kemajuan pesat yang diraih oleh industri telekomunikasi di Indonesia tidak terlepas dari antusias masyarakat dalam menyambut penurunan tarif jasa komunikasi. Respon positif tersebut mendorong industri telekomunikasi di Nusantara. Mulai dari menjamur penggunaan telepon genggam hingga intensitas konsumsi telekomunikasi yang terus meningkat. Namun, kemajuan yang dicapainya saat ini memiliki dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat Nusantara. Baik yang positif maupun dampak yang negatif dari perkembangan dunia telekomunikasi akibat penurunan tarif tersebut.
Dalam menguraikan pengaruh dapat saling bertentangan antara dampak bagi kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat Indonesia. Tidak jarang juga dampak keduanya bisa bersifat positif atau neegatif semua. Hal itu merupakan sebuah risiko yang harus di tanggung masyarakat Indonesia ketika terjadi masa transisi dalam konsumsi telekomunkasi. Kesiapan masyarakat juga ikut menentukan berkembangnya industri telekomunikasi yang ada.
Prospek yang cerah bagi dunia telekomunikasi memang mampu menyihir masyarakat Indonesia. Yang diawali dengan penurunan tarif yang dilakukan pemerintah kepada setiap operator telekomunikasi. Dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan dari berkembangnya telekomunikasi bisa menjadi buah manis atau masam. Tergantung dari kesiapan masyarakat dalam menerima pengaruh besar yang menimpanya. Bukan hal yang mudah untuk menampik dampak yang ditimbul dari modernisasi yang terjadi.
Dalam menelaah dampak sosial dan ekonomi akibat penurunan tarif telekomunikasi perlu diketahui pengaruh yang ditimbulkan. Disemata-mata bahwa dampak positif bagi kehidupan sosial sudah pasti akan sama bagi ekonomi atau sebaliknya. Untuk itu pengenalan mengenai penurunan tarif harus ditanggapi dengan bijak. Tidak semata-mata penurunan tarif telekomunikasi memberikan keuntungan yang besar tanpa adanya risiko atau efek samping lainnya. Yang perlu disadari saat ini ialah mengenai kesiapan masyarakat dalam menerima kemajuan telekomunikasi. Jangan hanya peningkatan ekonomi akibat kemajuan tersebut mengabaikan kehidupan sosial di masyarakat, atau sebaliknya. Peningkatan kehidupan sosial yang tidak diimbangi dengan kemajuan ekonomi masyarakat Indonesia. Dengan memperhatikan aspek tersebut, diharapkan terjadi sinergi di antara keduanya yang mampu membangun bangsa baik secara budaya melalui perilaku sosial dan peningkatan pendapatan dengan ditandai peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Beberapa operator telah bersaing melalui media elektronik maupun media cetak yang telah terjadi di Indonesia. Seperti operator A dan operator B yang saling menyerang atau menyinggung dari tarif maupun slogan, sehingga para konsumen dari provider tertentu harus banyak memilih dan menentukan yang telah diberikan.
Para pengamat telekomunikasi telah menilai dari perkembangan telekomunikasi yang berkembang secara tidak sehat antara beberapa operator dengan menjaga dan meningkatkan jumlah konsumen/penguna jasa pelayanan komunikasi terutama pengguna alat komunikasi berupa handphone untuk saling bersaing dan menujukkan yang terbaik dari pelayanan yang diberikan oleh operator.
Hal tersebut membuat kesenjangan dari beberapa operator di Indonesia, dengan kurang memperhatikan etika bisnis yang dinilai kurang professional dan cooperatif. Permasalahan ini disebabkan hanya semata untuk mengejar kepentingan bisnis dan melupakan kebijakan dan peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintah dan organisasi.
(Sumber :
http://www.korelasi.com/2010/01/penurunan-tarif-telekomunikasi/ ;
http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/materi/1-artikel/40-etika-bisnis.html )