Cari Blog Ini

Dasari CSR dengan Etika Bisnis

>> Rabu, 05 Januari 2011

Apa hubungan business ethic(etika bisnis) dengan corporate social responsibility(CSR)? Sebagian orang mungkin menganggap kalau kedua nya tidak memiliki hubungan apapun. Namun, Vice Chair Board of ManagementIndonesia Business Links (IBL), Chrysanti Hasibuan-Sedyono menjelaskan hal berbeda.

Menurutnya, etika bisnis merupakan dasar atau jiwa dari pelaksanaan sebuah unit usaha. Sementara CSR merupakan manifestasinya. ‘’Etika bisnis berbicara mengenai nilai. Apakah sebuah perusahaan menganut nilai yang baik atau yang buruk. Kalau memang memegang nilai yang baik dalam berbisnis, maka perusahaan tersebut pasti akan menjalankan CSR yang memang bertanggung jawab,’’ paparnya.

Makanya, tambah Chrysanti, etika bisnis lebih melekat kepada individu yang menjalankan entitas bisnis. Sedangkan CSR sebagai hasil atau kebijakan dari perusahaan itu sendiri. Menurutnya, etika bisnis pengusaha di Indonesia semakin hari semakin membaik. Ia menyebut krisis moneter yang sempat meruntuhkan perekonomian Indonesia sebagai contoh dari etika bisnis perusahaan yang buruk. Namun, semakin banyaknya pelaksanaan dan beragamnya kegiatan CSR menunjukkan kalau etika bisnis di Indonesia terus membaik. Hal ini lepas dari diwajibkannya CSR seperti tertuang di Undang-Undang Perseroan tahun 2007. Menjadikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, menunjukkan etika bisnis yang baik.

Memang, perusahaan masih mendefinisikan CSR secara beragam. Namun, secara esensi CSR harus memiliki makna bahwa perusahaan untuk bertanggung jawab kepada stakeholder (pemangku kepentingan). Bukan hanya shareholder(pemegang saham).

Kepentingan bisnis jangka panjang pun dicapai tidak hanya melalui pertumbuhan dan laba. Namun juga sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, dan perbaikan kualtias hidup.

‘’Masih banyak yang melihat CSR sebagai sisa-sisa dari keuntungan. Ini terlihat dari banyaknya yang bertanya mengenai berapa dana CSR yang dianggarkan. Seharusnya memang sudah dianggarkan dan menjadikannya built-in di dalam perusahaan dengan menjadikannya sebagai way of doing business. Sehingga CSR tidak menjadi cost, melainkan investasi,’’ ungkap Chrysanti.

Implementasi etika bisnis tersebut akan memiliki beberapa manfaat. Antara lain, memastikan kalau segenap sumber daya perusahaan dikelola secara bertanggung jawab untuk kepentingan seluruh stakeholder.

Kemudian, meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara yang berkelanjutan ( sustainable), meningkatkan kepercayaan investor terhadap manajemen perusahaan sehingga lebih menarik sebagai target investasi.

Juga, meningkatkan citra perusahaan di antara stakeholder sebagai good corporate citizen, sehingga mengurangi biaya untuk melawan publisitas negatif. Serta meningkatkan nilai perusahaan. Dengan memiliki etika bisnis yang baik, Chrysanti percaya kalau dunia usaha dapat memberikan kontribusi terhadap pengentasan praktik korupsi yang kini marak terjadi. Menurutnya, suap yang merupakan salah satu bentuk korupsi memerlukan dua sisi.

Dunia bisnis harus sadar dan yakin kalau menjalankan usaha dengan benar ada gunanya, yakni akan lebih sustain. Contohnya, Nike yang pernah kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan merugi karena mempekerjakan anakanak dan memberikan upah minimum.

‘’Dunia usaha harus teguh hati. Memang ada ethical dilemmaapakah akan teguh hati menjalankan bisnis dengan benar atau mengikuti sistem yang korup. Banyak yang bilang hal ini sudah biasa, tapi tidak selalu yang biasa itu benar. Makanya, pelaku usaha

perlu untuk keluar dari yang biasa dan melakukan yang benar,’’ ungkapnya. Project officerTransparency International Indonesia (TII), Rivan Prahasya menambahkan, suap memang menjadi praktik korupsi yang umum terjadi di dunia usaha. Biasanya dilakukan untuk memperlancar izin usaha dan untuk mendapatkan proyek kerja.

‘’Malah kalau ditelisik lebih jauh, ada indikasi kalau penyuapan dimulai dari tawaran pengusaha. Makanya, harus dikembangkan etika bisnis yang baik untuk memotong mata rantai suap tersebut. Tidak kalah penting fungsi pengawasan yang dilakukan dari kalangan mereka sendiri,’’ paparnya.

Menurutnya, tidak mudah untuk mengubah kebiasaan dan perilaku yang selama ini telah terbentuk. Makanya, upaya ini masih harus diikuti dengan berbagai tindak lanjut. Seperti penegakan hukum dan penerapan kebijakan yang jelas. Dengan begitu baru korupsi dapat diatasi.

TII, katanya, mencoba untuk melibatkan semua elemen dalam upaya pemberantasan korupsi. Mulai dari pemerintah, kalangan dunia usaha, hingga masyarakat. Kepada pemerintah, ia menghimbau agar ada reformasi kebijakan.

Kepada pengusaha, diupayakan untuk mengubah perilaku korupsi yang selama ini telah berjalan. Sementara kepada masyarakat, ia meminta untuk terus melakukan pengawasan terhadap seluruh proses yang berjalan.

Hal senada diungkapkan Direktur Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dedie A Rachim. Menurutnya, harus ada etika bisnis yang baik. Tidak hanya dari sisi dunia usaha, namun juga seluruh komponen bangsa. ‘’Harus ada upaya yang cukup dari diri dunia usaha untuk melihat sektor mana yang rawan korupsi dan kemudian menerapkan etika bisnis yang baik secara internal di seluruh lapisan perusahaan,’’ ujar Dedie. ed: irwan kelana


Posisi Indonesia Dalam Hal Korupsi

Menurut berbagai survei nasional dan internasional, gelar negara korup diberikan dengan melihat tiga hal pokok. Yakni, mutu pelayanan publik, country risk, dan daya saing negara secara keseluruhan. Berikut posisi Indonesia berdasarkan beberapa hasil survei lembaga independen.

- Transparency International
Indonesia memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2,8 dengan skala 1-10 (1=terburuk, 10=terbaik).
- Bank Dunia
Hasil Indikator Kemudahan Melakukan Bisnis di Indonesia memperlihatkan, perlu 12 prosedur, 151 hari, dan biaya 130,7 persen dari incomeper kapita. Bandingkan dengan Korea Selatan yang membutuhkan 12 prosedur, 22 hari kerja, dan biaya 17,7 persen.
- LPEM-UI
Di Indonesia, dibutuhkan 16 hari hanya untuk mengurus izin keselamatan kerja, 26 hari untuk izin gangguan, 27 hari untuk izin prinsip, dan 43 hari untuk izin lingkungan hidup.
- IMD
The World Competitiveness Scoreboard 2006 memperlihatkan kalau Indonesia ada di posisi/ranking 59, hanya satu tingkat di atas Venezuela.
- WEF
Global Competitiveness Index memberikan skor 4,26 dengan skala 1-5 dan ranking ke-50.
- PERC
Pada pringkat negara terkorup di Asia, Indonesia memiliki skor 9,27.

Sumber : http://www.ti.or.id/index.php/news/2010/11/22/dasari-csr-dengan-etika-bisnis

Read more...

Etika Bisnis Dengan Korea dan Jepang

>> Selasa, 04 Januari 2011










Adakah beberapa dari Anda yang bekerja di perusahaan asing? Atau setidaknya selalu bertemu dengan orang asing untuk urusan bisnis dan pekerjaan? Jika ya, Anda pasti tahu betul bahwa berhadapan dengan orang asing yang berbeda kebudayaan memiliki tantangan tersendiri. Bukan hanya soal bahasa dan cara berkomunikasi yang terkadang menjadi kendala, tapi juga soal kebiasaan, adat, dan tingkah laku yang harus selalu disesuaikan. Mungkin Anda pernah mengalami kejadian unik atau memalukan berkaitan dengan cross-cultural business ini, misalnya Anda lupa tidak membungkuk ketika menyapa bos besar dari Jepang atau selalu kerepotan memenuhi permintaan atasan dari Korea yang ingin segala sesuatunya selesai dengan cepat.


Dalam menjalankan bisnis, setiap negara ternyata memiliki cara yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianutnya. Untuk bisa menjalin bisnis dengan rekan asing, terkadang Anda harus menyesuaikan diri dengan cara mereka. Bukan berarti mengubah budaya perusahaan dan kehilangan jati diri, tetapi mengetahui dan memahami etiket-etiket bisnis yang berlaku serta menerapkannya tatkala bertemu dengan orang asing sesuai dengan kebangsaannya.
Banyak panduan mengenai etiket bisnis internasional yang bisa dipelajari dan beberapa diantaranya adalah seperti dibawah ini:


Jepang.
Business card adalah hal terpenting yang harus Anda bawa ketika bertemu dengan pebisnis Jepang. Setelah Anda bertukar salam (baik dengan cara membungkuk atau berjabat tangan), berikan kartu Anda dengan cara yang sopan, yaitu memegang dengan kedua tangan. Jangan pernah melipat, mencoret-coret, memainkan, apalagi meninggalkan kartu yang Anda terima, sebab Anda akan dianggap tidak menghargai sang pemberi kartu. Simpan kartu-kartu tersebut di tempat yang pantas dan perlakukan dengan hormat. Untuk busana, gaya konservatif dan formal adalah pilihan yang pas. Untuk wanita, sebaiknya menggunakan rok daripada celana panjang. Berhati-hatilah dengan hand gesture dan ekspresi wajah, sebab bisa menimbulkan salah interpretasi. Selalu datang setidaknya 10 menit sebelum waktu pertemuan, terutama jika Anda akan bertemu dengan para bos atau eksekutif senior. Orang Jepang terkenal tepat waktu, jadi buatlah agenda rapat yang tepat waktu pula. Ketika rapat pebisnis Jepang akan mencatat apa-apa saja yang terjadi dalam rapat, maka tidak ada hal yang luput atau terlewatkan.


Korea.
Sama halnya dengan Jepang, pebisnis Korea juga menganggap business card sebagai hal yang penting dalam urusan bisnis, jadi pastikan Anda selalu membawanya. Dalam suatu pertemuan, jarang sekali Anda memperkenalkan diri langsung kepada lawan bicara, biasanya orang ketiga yang akan memperkenalkan Anda. Jika Anda lebih junior, maka Anda harus membungkuk terhadap lawan bicara yg lebih senior/posisinya lebih tinggi. Korea sangat menjunjung tinggi senioritas dan hubungan atasan dan bawahan. Sebagai bentuk penghormatan, biasanya mereka menyapa lawan bicara dengan nama jabatan/profesi/titelnya kemudian dikuti oleh nama keluarga, misalnya: Direktur Kim, Manajer Choi, atau Supervisor Lee. Atau jika Anda tidak yakin, panggil saja dengan sebutan international, misalnya Mr. Kim atau Ms/Mrs Lee. Orang Korea biasanya mengadakan pertemuan bisnis yang dibarengi dengan jamuan atau minum (beralkohol), Anda bisa mengggunakan alasan keyakinan dan kesehatan untuk menolak secara halus tawaran tersebut.


Dua negara ini merupakan negara Asia teratas yang berinvestasi di Indonesia setelah Cina. Mendekati pasar bebas, akan semakin banyak orang-orang asing yang masuk ke Indonesia untuk mendirikan bisnis. Hubungan kerjasama pun mau tidak mau akan semakin sering terjalin. Diperlukan pengetahuan yang luas dan kepekaan yang cukup tinggi terhadap kebiasaan dan kebudayaan negara yang akan menjadi rekan bisnis Anda. Oleh karena itu, pelajarilah lebih jauh etika-etika bisnis yang berlaku secara internasional agar pendekatan dan jalinan bisnis Anda dengan orang asing bisa berjalan dengan lancar.

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5918166

Read more...

Etika Bisnis dalam Perpektif Islam

>> Senin, 03 Januari 2011

Perbincangan tentang “etika bisnis” di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) “bertangan kotor”.

Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila “beretika” maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.
Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in business. Sekitar dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan controversial. Orang boleh saja berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu. Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin menjurus ke suasana debat kusir.
Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana yang ditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme nasional yang tumbuh di China. Atau yang lebih menarik barangkali adalah Studi Wang Gung Wu, dalam bukunya China and The Chinese Overseas, yang merupakan revisi terbaik bagi tesisnya weber yang terakhir.
Di sisi lain dalam tingkatan praktis tertentu, studi empiris tentang etika usaha (bisnis) itu akan banyak membawa manfaat: yang bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, taruhlah dalam hal ini di masyarakat Islam. Tetapi studi empiris ini bukannya sama sekali tak bermasalah, terkadang, karena etika dalam ilmu ini mengambil posisi netral (bertolak dalam pijakan metodologi positivistis), maka temuan hasil setudi netral itu sepertinya kebal terhadap penilaian-penilaian etis.
Menarik untuk di soroti adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta.

Etika Islam Tentang Bisnis
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran “pihak ketiga” (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur’an.
Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui

Di sebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keluru terhadap teks al-Qur’an tersebut, sekilas nilai Islam ini seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya, pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan memiliki keseimbangan tinggi. Sinyalemen ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya.
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan Al-Qur’an yang diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia).”

Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda :
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya dia berilmu.”

Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis yang benar secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat sekaligus.
Dari sudut pandang dunia bisnis kasus Jepang setidaknya telah membuktikan keyakinan ini, bahwa motivasi prilaku ekonomi yang memiliki tujuan lebih besar dan tinggi (kesetiaan pada norma dan nilai etika yang baik) ketimbang bisnis semata, ternyata telah mampu mengungguli pencapaian ekonomi Barat (seperti Amerika) yang hampir semata-mata didasarkan pada kepentingan diri dan materialisme serta menafikan aspek spiritulualisme. Jika fakta empiris ini masih bisa diperdebatkan dalam penafsirannya, kita bisa mendapatkan bukti lain dari logika ekonomi lain di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pengamat Islam, bahwa tidak semua pengusaha China perantauan mempunyai hubungan pribadi dengan pejabat pemerintah yang berpeluang KKN, pada kenyataannya ini malah mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi untuk menjalankan bisnisnya secara professional dan etis, sebab tak ada yang bisa diharapkan kecuali dengan itu, itulah sebabnya barangkali kenapa perusahaan-perusahaan besar yang dahulunya tidak punya skil khusus, kini memiliki kekuatan manajemen dan prospek yang lebih tangguh dengan dasar komitmen pada akar etika yang dibangunnya
Demikianlah, satu ilustrasi komperatif tentang prinsip moral Islam yang didasarkan pada keimanan kepada akhirat, yang diharapkan dapat mendorong prilaku positif di dunia, anggaplah ini sebagai prinsip atau filsafah moral Islam yang bersifat eskatologis, lalu pertanyaan lebih lanjut apakah ada falsafah moral Islam yang diharapkan dapat mencegah prilaku curang muslim, jelas ada, Al-Qur’an sebagaimana Adam Smith mengkaitkan system ekonomi pasar bebas dengan “hukum Kodrat tentang tatanan kosmis yang harmonis”. Mengaitkan kecurangan mengurangi timbangan dengan kerusakan tatanan kosmis, Firman-Nya : “Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, maka janganlah mengurangi timbangan tadi.” Jadi bagi Al-Qur’an curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan merusak keseimbangan tatanan kosmis, Apalagi dengan mendzhalimi atau membunuh orang lain merampas hak kemanusiaan orang lain dalam sektor ekonomi)
Firman Allah : “janganlah kamu membunuh jiwa, barangsiapa membunuh satu jiwa maka seolah dia membunuh semua manusia (kemanusiaan)”

Sekali lagi anggaplah ini sebagai falsafah moral Islam jenis kedua yang didasarkan pada tatanan kosmis alam.
Mungkin kata hukum kodrat atau tatanan kosmis itu terkesan bersifat metafisik, suatu yang sifatnya debatable, tapi bukankah logika ilmu ekonomi tentang teori keseimbanganpun sebenarnya mengimplikasikan akan niscayanya sebuah “keseimbangan” (apapun bentuknya bagi kehidupan ini), Seringkali ada anggapan bahwa jika sekedar berlaku curang dipasar tidak turut merusak keseimbangan alam, karena hal itu dianggap sepele, tetapi jika itu telah berlaku umum dan lumrah dimana-mana dan lama kelamaan berubah menjadi semacam norma juga, maka jelas kelumrahan perilaku orang itu akan merusak alam, apalagi jika yang terlibat adalah orang-orang yang punya peran tanggung jawab yang amat luas menyangkut nasib hidup banyak orang dan juga alam keseluruhan.
Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan ini setiap manusia memang seringkali mengalami ketegangan atau dilema etis antara harus memilih keputusan etis dan keputusan bisnis sempit semata sesuai dengan lingkup dan peran tanggung jawabnya, tetapi jika kita percaya Sabda Nabi SAW, atau logika ekonomi diatas, maka percayalah, jika kita memilih keputusan etis maka pada hakikatnya kita juga sedang meraih bisnis.
Wallahu ‘A’lam.

* Cendekiawan Muslim, Dosen STAIN. Ketua MES, Komisi Dakwah MUI Cirebon, Ketua Dewan Dakwah Korwil Cirebon

Sumber : http://imarookie.wordpress.com/2010/11/11/etika-bisnis-dalam-perpektif-islam/#more-121

Read more...

Etika Bisnis Ciptakan Tatanan Usaha Lebih Baik

Yogyakarta (ANTARA News) – Manajemen dan kemampuan wirausaha yang dilandasi etika bisnis diharapkan mampu menciptakan tatanan bisnis nasional yang lebih baik, kata Direktur Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Heru Kurnianto Tjahjono.

“Etika bisnis merupakan sebuah nilai yang terinternalisasi dalam diri seorang pebisnis. Jika kepribadian seorang pebisnis telah bagus, maka bisnis itu juga akan bagus dan harmoni,” katanya di Yogyakarta, Selasa, sehubungan dengan kerja sama Magister Manajemen UMY dan Asosiasi Manajemen Indonesia (AMA) BPC DIY.

Contohnya, nilai kejujuran yang ada dalam diri seorang pebisnis. Etika yang terinternalisasi dalam diri seseorang jauh lebih baik daripada aturan-aturan yang dipaksakan.

“Begitu pula dalam berbisnis, pebisnis yang jujur lebih baik daripada pebisnis yang dipaksa jujur. Oleh karena itu, penyeimbangan dimensi teori dan praktik dalam pembelajaran ilmu manajemen merupakan hal yang sangat krusial,” katanya.

Menurut dia, hal itu dapat meningkatkan kemampuan melakukan inovasi dan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan dan keterampilan bisnis yang unggul dan dilandasi nilai-nilai etika.

Selain itu, juga perlu implementasi program-program kewirausahaan terapan yang terpadu. Kegiatan tersebut dirancang untuk mensinergikan antara teori dan praktik dalam sebuah aksi nyata.

Ia mengatakan, program tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas akademik dan membangun keunggulan para praktisi bisnis khususnya mahasiswa Magister Manajemen UMY.

“Dalam membangun etika dalam diri mereka, jika berhasil akan membawa dampak harmoni dan teratur bagi lingkungan bisnis itu sendiri,” katanya.

Ketua AMA BPC DIY Fransisca Diwati mengatakan, etika merupakan hal yang penting dalam bisnis dan wirausaha. Kerja sama kedua institusi didasari pada kesamaan prinsip tentang etika bisnis dan berupaya untuk menerapkan etika tersebut.

“Saya berharap kesamaan prinsip tersebut mampu menjadi fondasi yang kuat bagi kerja sama kedua institusi dan akan terlaksana dengan baik,” katanya.

Sumber : http://imarookie.wordpress.com/2010/11/11/etika-bisnis-ciptakan-tatanan-usaha-lebih-baik/#more-125

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP